UDARAKU, Pemantauan Kualitas Udara di Tower Telekomunikasi

UDARAKU, Pemantauan Kualitas Udara di Tower Telekomunikasi

KUALITAS udara di sejumlah kota besar kian memburuk akibat asap kendaraan bermotor, pabrik, industri berat, hingga pembakaran langsung. Bahkan, Jakarta dinobatkan sebagai salah satu kota dengan kualitas udara terburuk di dunia. Polusi udara di Jakarta maupun kota-kota besar lainnya di Indonesia tak pelak kemudian dikeluhkan warganya.

Pada sisi lain, keberadaan alat utama untuk mengukur kualitas udara masih terbatas dan terkadang ketersediaan data real-time yang ditampilkan ke publik tidak kontinu. Patokan saat ini hanya dilakukan oleh alat ukur kualitas udara untuk mengetahui Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang dipasang di beberapa lokasi strategis kota besar.

Isu lingkungan dan perubahan iklim yang menjadi sorotan saat ini menginspirasi para peneliti, termasuk di Telkom University (Tel-U), untuk merisetnya. Salah satunya dilakukan Prodi Teknik Fisika Fakultas Teknik Elektro (FTE) yang dipimpin Dr. Eng. Ir. Indra Chandra, S.Si., M.Si.

Melalui kerja sama pendanaan bersama Kanazawa University – Jepang dan Program Bantuan Biaya Luaran Prototipe dari Kemdikbudristek pada tahun 2023, riset bertajuk “UDARAKU : Pemantau Kualitas Udara di Tower Telekomunikasi” dilakukan. Proses pengembangan risetnya berlangsung sejak tahun 2018 dan menghasilkan beberapa prototipe alat pemantau kualitas udara dengan beberapa diferensiasi, yakni alat pemantau udara indoor, alat pemantau udara outdoor di rooftop, serta alat pemantau udara secara mobile.

Pemantauan udara harus dilakukan secara vertikal dan horizontal. Untuk pemantauan secara vertikal, alat pemantau udara outdoor sudah eksisting di tiga gedung Tel-U, yakni Gedung Deli (15 meter), Gedung GKU (30 meter), dan Gedung TULT (70 meter).

Hasil pengukurannya bervariasi tergantung pada ketinggian, arah angin, emisi lokal yang mempengaruhi, termasuk zat-zat polutan yang terdeteksi di dalamnya.

Pada gedung yang lebih tinggi, deteksi emisi lokal tidak terlalu banyak dibanding gedung yang lebih rendah, sehingga lebih stabil dan dapat dijadikan parameter untuk melihat kondisi udara di kawasan Bandung Raya.

UDARAKU sendiri digunakan untuk mendeteksi konsentrasi partikel mikro (PM) 2,5 dan CO2 serta data meteorologi seperti kecepatan angin, arah angin, temperatur, kelembapan, dan tekanan udara secara real- time. Standar baku mutu harian di Indonesia memiliki ambang batas kualitas udara 55 mikrogram per meter kubik (µg/m3), sementara standar WHO sebesar 25 µg/m3.

Meski bukan alat utama untuk mengukur kualitas udara, namun UDARAKU dapat menjadi alat indikatif yang menyajikan data secara real-time dan memberikan data yang sudah tervalidasi. Sebab pada pengembangannya, UDARAKU sudah memenuhi tiga syarat utama untuk alat pengukur udara, terutama pada bagian mikrosensor atau low-cost sensor yang digunakan. Mikrosensor ini memiliki kemampuan untuk membaca data seperti alat utama dengan biaya lebih murah.

Pertama, mikrosensor yang dikembangkan sudah dikalibrasi (uji laboratorium). Kedua, sudah ada uji kolokasi, yaitu proses penggunaan alat utama dan mikrosensor untuk mengukur kualitas udara di luar dan dilakukan pembandingan untuk melihat fluktuasi datanya. Terakhir, menjamin validitas data yang dihasilkan ketika alat sudah terpasang dan digunakan.

Implementasi pemasangan UDARAKU pada tower telekomunikasi sangat memungkinkan, lantaran jumlah jaringan Base Transceiver Station (BTS) di seluruh Indonesia sangat banyak, tersebar luas serta tingkat keamanannya cukup terjamin. Selain itu, BTS akan memiliki nilai tambah dengan adanya data untuk monitoring polusi udara dan tidak hanya disewakan untuk provider telco.

Namun, pemasangan alat ini perlu mempertimbangkan sejumlah aturan sebelum dipasang. Umpamanya sumber listrik untuk alat pengukur udara, sistem komunikasi yang digunakan untuk mentransmisikan data pengukuran udara (jaringan GSM, Wi-Fi, atau LoRa) yang masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan, kecepatan angin, aspek guncangan, dan lain-lain. Pada ketinggian tertentu, udara yang diukur pun bervariasi (asam sulfat, asam nitrat, garam, dan lain-lain) serta dapat mengukur polusi dari emisi lokal maupun polutan yang berasal dari luar wilayah sekitar (transboundary air pollution).

Polutan jarak jauh yang dapat terdeteksi dalam alat ukur kualitas udara ada yang berbentuk partikel
ukuran kecil atau gas. Partikel-partikel ukuran besar biasanya akan jatuh dengan gravitasi atau terbilas air hujan (hujan asam), sehingga dapat terlarut di air, menempel pada bangunan, dan lain-lain. Tapi, partikel ukuran kecil cenderung tetap di udara, terlebih di musim kemarau, juga dapat terbawa arus angin bahkan hingga lintas negara atau benua.
Pada alat ukur kualitas udara yang lebih spesifik bahkan dapat dideteksi hingga jejak karbon (browncarbon, blackcarbon, dan elementalcarbon), anion – kation. Namun, sangat penting mengetahui kualitas udara yang mampu menyajikan data valid secara real-time untuk ditindaklanjuti pihak-pihak berwenang dalam penanganan masalah lingkungan. Ketika terjadi anomali atau melebihi batas baku mutu, maka alat utama diperlukan untuk menilai lingkungan udara lebih lanjut. Selain itu, alat yang dibuat sudah memiliki aspek Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang memadai.

Sekarang sudah ada tiga paten (alat ukur indoor, outdoor, sistem kalibrasi) yang dihasilkan dari riset UDARAKU selama enam tahun terakhir. Riset ini tak hanya menghasilkan prototipe alat untuk membantu pihak berwenang mengetahui kualitas udara di satu daerah, mencari solusi penanganannya, serta menghasilkan data kualitas udara yang valid, namun juga mendukung visi Tel-U menuju entrepreneurial university.

Pasalnya, UDARAKU dapat diimplementasikan di masyarakat dan tidak hanya sekadar memenuhi Tri Dharma Perguruan Tinggi. Jika implementasi pada BTS belum terlaksana, maka UDARAKU dapat dipasang pada rooftop-rooftop gedung dengan ketinggian bervariasi. Termasuk untuk alat pengukur kualitas udara indoor berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan. Alat ini sudah diujicobakan di sejumlah indoor gedung Tel-U dan Telkom School Bandung serta menghasilkan data pengukuran yang cukup menjanjikan. Ada beberapa aspek Sustainable Development Goals (SDGs) yang dihasilkan dari riset UDARAKU. Sebut saja masalah kesehatan, perubahan iklim, air bersih, dan tujuan lainnya. Jadi, riset UDARAKU memiliki dampak signifikan, terutama untuk meningkatkan kesadaran perihal pentingnya kualitas udara yang ada serta penanganan yang harus dilakukan.

Maka, berbicara ihwal polusi maupun kualitas udara tidak hanya sekadar menyediakan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Low Emmision Zone, atau mengganti kendaraan bermotor BBM ke kendaraan listrik, namun hal yang jauh lebih penting adalah menelusuri penyebab utama pencemaran udara.

Disarikan dari wawancara riset Skema Penelitian Dasar 2023 bertajuk “UDARAKU : Pemantau Kualitas Udara di Tower Telekomunikasi” oleh Dr. Eng. Ir. Indra Chandra, S.Si., M.Si., dan tim

Profil Ketua Peneliti

Doktor (Dr.) Eng. Ir. Indra Chandra, S.Si., M.Si., adalah dosen tetap dan peneliti pada Fakultas Teknik Elektro (FTE) Tel-U sejak tahun 2008. Dosen kelahiran Tasikmalaya tahun 1981 ini menyelesaikan pendidikan Sarjana dan Masternya dari Institut Teknologi Bandung tahun 2004 dan 2007 pada bidang Instrumentasi Fisika. Ia kemudian melanjutkan pendidikan S3-nya di Kanazawa University, Jepang (2014 – 2017) pada bidang Measurement and Field Observation of Atmospheric Nanoparticles. Indra memiliki bidang riset dalam Atmospheric Sciences and Technology, Teknik Rekayasa Instrumentasi, dan Teknik Fisika. Sejak tahun 2018, ia fokus pada riset mengenai monitoring kualitas udara serta pengembangan instrumentasi analytics untuk mengukur kualitas udara. Untuk itu, ia bekerja sama dengan almamaternya, Kanazawa University.

Mata ajar yang pernah diampunya antara lain Fisika, Rangkaian Listrik, Elektronika Analog dan Digital, Kontrol Otomatik, Polusi dan Kebencanaan, dan lain-lain. Indra sempat meraih Dean Award dari Dean of Graduate School of Natural Science and Technology Kanazawa University tahun 2017. Ia juga meriah beasiswa Ph.D Scholarships BPPLN – DIKTI – Indonesia tahun 2014 dan Master Scholarships ITB tahun 2004.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *