Prof. Dr. Achmad Rizal, S.T., M.T.: Kembangkan Instrumentasi Biomedis dengan Pengolahan Sinyal

Prof. Dr. Achmad Rizal, S.T., M.T.: Kembangkan Instrumentasi Biomedis dengan Pengolahan Sinyal

TEKNOLOGI sudah diaplikasikan dalam berbagai bidang, termasuk kesehatan. Tengok saja, bermacam peralatan di rumah sakit menggunakan teknologi canggih, sehingga mampu mendiagnosa berbagai penyakit dengan akurat. Sayangnya, alat-alat kesehatan yang teruji klinis masih mahal, karena pengembangannya sulit dan prosesnya panjang.

NAMUN, bukan berarti pengembangan teknologi pada perangkat kesehatan atau instrumentasi biomedis tidak dapat dilakukan. Hal ini sudah dilakukan Telkom University (Tel-U) yang memiliki program studi (prodi) Teknik Biomedis. Bahkan, kampus ini sudah memiliki Guru Besar dalam bidang Instrumentasi Biomedis sejak ditetapkannya Prof. Dr. Achmad Rizal, S.T., M.T. pada bulan Agustus 2023. “Sejak jenjang S1, saya sudah mengambil topik tentang pengelolaan sinyal biomedis. Kemudian dilanjutkan waktu S2 di ITB. Namun, bidang kesehatan itu hanya sebagai topik riset, kajian, dan kasus. Basic riset saya tetap engineering,” ungkap dosen dan peneliti yang akrab disapa Rizal ini.

Rizal berangkat dari bidang Teknik Telekomunikasi, lalu tertarik dengan riset pengolahan sinyal (signal processing). Menurutnya, riset engineering di bidang kesehatan dapat dilakukan di perangkat, sinyal, dan citra. Sebab, para dokter mengobati pasien dibantu dengan alat-alat kesehatan yang notabene produk engineering.

“Biomedis dikembangkan di Tel-U sejak lama. Dulu FTE terbagi tiga prodi : Teknik Telekomunikasi, Teknik Elektro, dan Teknik Komputer. Saya memulai riset bidang ini tahun 2006 setelah selesai S2. Tahun 2007, Teknik Elektro dibagi menjadi tiga peminatan : Elektronika, Kontrol, dan Biomedis. Meski Biomedis hanya ada tiga mata kuliah, namun sudah memberi gambaran tentang biomedis di luar. Tahun 2019, saya diminta membantu membentuk Prodi Teknik Biomedis. Tahun 2021, izinnya turun dan kami mulai menerima mahasiswa. Awalnya hanya 2 kelas, sekarang sudah tiga kelas. Banyak dosen yang berminat dalam bidang ini, di antaranya banyak alumni Tel-U. Tidak hanya di FTE, di FIT dan Informatika juga banyak dosen yang risetnya bidang Teknik Biomedis,” papar dosen kelahiran Jember, 22 Juli 1975 ini.

Rizal yang aktif dalam Kelompok Keahlian Control, Electronic & Intelligent System (CEIS) memfokuskan risetnya dalam pengolahan sinyal dan instrumentasinya. Pasalnya, jika tak ada pengolahan sinyal, maka instrumen tidak akan berjalan. Proses riset pengolahan sinyal untuk instrumentasi biomedis terbilang sulit, lantaran harus terlebih dulu memahami informasi sinyal yang akan diolah.

“Pada dasarnya kesulitan dalam riset ini bersifat relatif. Selama sinyal dapat diubah menjadi elektrik, itu terbilang aman dan dapat diproses. Masalahnya, ketika akan mengambil data primer tidak bisa sembarangan, karena harus ada ethical clearance dan memahami sisi medis dari informasi apa yang akan diambil, protokolnya seperti apa? Untuk Prodi Biomedis, kami sudah memiliki dua orang dokter yang menjadi dosen di sini. Jadi, kami dapat berkonsultasi dengan mereka,” lanjutnya.

Meski fokus dalam engineering, namun dalam riset biomedis harus memahami aspek-aspek biologis dan fisiologis manusia.

Rizal mencontohkan, “Misalnya pengolahan sinyal untuk kasus epilectic encephalogram. Kami harus tahu epileptic itu seperti apa, terjadinya kapan, bagaimana kaitannya dengan fungsi otak, penampakannya seperti apa, sifat-sifat apa yang ada di dalamnya? Kejang pada epileptic itu bentuk sinyalnya seperti apa, misalnya fluktuasinya akan sangat tinggi? Lalu, apa yang dapat kami lakukan untuk menangkap fluktuasi yang tinggi itu? Maka, digunakanlah metode tertentu. Ada metode lama yang dinamakan Hjorth Descriptor, yang melihat variansi sinyalnya, miobility, dan complexity-nya. Atau metode baru dengan metode signal complexity, entropi sinyal, dan lain-lain. Atau dapat menggunakan pendekatan lain untuk menangkap fluktuasi. Misalnya sinyal yang cenderung acak, menggunakan metode tertentu untuk mendapatkan keacakan ini. Jadi, memahami fisis dan fisiologis suatu fenomena tertentu, sehingga dalam pengembangan algoritmanya dapat menangkap karakteristk sinyalnya,” papar dosen Teknik Elektro itu.

Rizal mengakui, untuk proses pengembangan algoritma dalam setiap risetnya sudah banyak dataset yang tersedia, tinggal memahami data informasi yang akan diproses pada sinyal tersebut.

“Harus paham informasi sinyalnya. Jika tidak, dikhawatirkan data informasi yang penting justru hilang. Lalu, mencari metode yang tepat untuk mengolah sinyal dan karakteristik sinyalnya. Selama ada komputer dan ada program, proses pengolahan dan pembuatan simulasi dapat dilakukan di mana saja, tidak selalu di lab, sehingga akan lebih cepat dan menghasilkan banyak hal. Jadi, dalam riset biomedis harus orang yang suka biologi supaya bisa memahami sistem yang dianalisis secara biologi, tidak hanya secara matematis,” katanya menambahkan.

Rizal memiliki ketertarikan riset dalam Teknik Elektro, Pengolahan Sinyal Biomedis, Pengolahan Citra Medis, dan Telemedicine. Lulusan S3 Teknik Elektro Universitas Gadjah Mada (UGM) ini awalnya banyak mengembangkan riset hardware biomedis. Tapi, pengembangan hardware di bidang kesehatan memiliki alur yang panjang, karena perlu ada uji klinis. Oleh karena itu, Rizal kini memfokuskan risetnya pada pengembangan pengolahan sinyal serta instrumentasi biomedis yang bersifat non-invasive dengan memanfaatkan aplikasi serta hardware sederhana dan digunakan sebagai alat pendukung kesehatan sehari-hari.

Ia pun lebih banyak riset pada bagian hulu untuk mengembangkan metode dalam pengolahan sinyal. Ada beberapa purwarupa produk hasil risetnya, seperti Pengembangan Metode Deteksi Heart Rate
dan Respiration-rate Berbasis Seismcardiogram untuk Pasien Covid-19; Desain EEG Channel Selection System untuk Evaluasi Terapi Stroke; Pengembangan Electrocardiogram yang Dapat Digunakan untuk Kesehatan dan Biometrik; Stetoskop Elektronis untuk Mendeteksi Suara Jantung dan Paru (pengembangan metode pengukuran signal complexity berbasis entropy untuk klasifikasi suara paru), dan lain-lain.

“Kami banyak mengembangkan produk hardware sederhana dan sistem aplikasi berbasis HP. Kami juga memiliki beberapa contoh produk pabrikan yang dapat digunakan sebagai pembelajaran dan insight bagi mahasiswa untuk bentuk-bentuk hardware yang dapat digunakan. Tapi, produk yang kami kembangkan belum bisa digunakan di area klinis, karena memerlukan pengujian lebih lanjut,” ujar Rizal.

Jalankan Riset Internal dan Eksternal

PROF. Dr. Achmad Rizal, S.T., M.T. alumnus S1 Teknik Telekomunikasi dengan peminatan Elektro dari STT Telkom, yang merupakan cikal bakal Tel-U saat ini. Ia menyelesaikan pendidikan S1-nya tahun 2000 dan resmi menjadi dosen di almamaternya tahun 2001. Tahun 2006, ia menyelesaikan pendidikan Magisternya dari Institut Teknologi Bandung (ITB) dengan Bidang Teknik Biomedis.

Selama kurun itu, Rizal sibuk dengan pengajaran, riset, dan pengabdian kepada masyarakat. Bahkan ia sempat ditugaskan membantu pembentukan Prodi S3 Teknik Elektro Tel-U di tahun 2019. Pada tahun itu juga Rizal menyelesaikan pendidikan Doktoralnya dari Teknik Elektro UGM.

Sejumlah riset dengan pendanaan internal maupun eksternal sudah dijalankan Rizal bersama timnya.
Untuk riset eksternal, saat ini Rizal bekerja sama dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dalam riset “Deteksi Stress Multimodal” dan hibah pendanaan DRTPM untuk riset “Human Activity Recognition for Elderly Monitoring”.

Beberapa riset internal pun masih dilaksanakan, kendati diakui Rizal, pada semester ini ia ingin banyak berkolaborasi dengan multidisiplin keilmuan. Terlebih saat ini ia mengemban tanggung jawab yang lebih besar sebagai Guru Besar.

“Rencana ke depan meningkatkan kegiatan riset dengan berkolaborasi bersama banyak pihak, dosen
serta mahasiswa FTE maupun non FTE. Riset bidang Instrumentasi Biomedis lebih banyak di perangkat dan pengolahan sinyal. Ini bidang multidisiplin, sehingga tidak bisa sendirian. Banyak aspek yang dapat dikolaborasikan. Untuk itu, kami memperbanyak kolaborasi, di antaranya dengan Politeknik Kesehatan, Universitas Padjadjaran, Universitas Jenderal Soedirman, dan lain-lain. Kami pun tidak banyak riset di hardware bidang kesehatan. Hanya kemarin-kemarin waktu saya cukup tersita di jabatan struktural, nah sekarang lebih banyak kesempatan. Selama ini banyak periset di bidang ini berjalan sendiri-sendiri. Tidak apa-apa, yang penting jalan dulu daripada tidak jalan sama sekali. Riset beririsan dengan periset lainnya pun tidak apa-apa, karena kadang saya juga banyak partner untuk riset dan berdiskusi dengan mereka yang memiliki minat sama di bidang biomedis,” jelas Rizal.

Rizal juga mengamati perkembangan biomedis di luar saat ini, yang sudah berkembang dengan memanfaatkan Artificial Intelligence (AI) dan Machine Learning dalam proses risetnya serta riset fundamental pada pengembangan sensing biomedis. Selain itu, pengembangan smartphones tidak hanya sebagai display, namun untuk sensing. Misalnya, pemanfaatan kamera atau sidik jari pada HP untuk mengetahui fenomena tertentu. Tapi diperlukan pengujian lanjutan agar hasil penghitungannya lebih akurat.

Menurut Rizal, pengembangan sensor perlu dilakukan secara kolaborasi, misalnya dengan Prodi Teknik Fisika atau periset lain yang fokus dalam riset sensor. Maka, ia menargetkan risetnya untuk bergeser ke arah produk di samping mengembangkan algoritma dan metode. Apalagi pengembangan teknologi tepat guna (TTG) dewasa ini banyak dilakukan periset, lantaran dituntut memberi kontribusi langsung ke masyarakat.

“Untuk riset Signal Processing, tingkat kesulitan dan waktu pengerjaan riset relatif. Faktor utamanya harus fokus dan memiliki endurance tinggi. Terkadang sekarang semangat, tapi tahun depan melempem. Biasanya kami semangat jika sedang mengejar target untuk submit paper ke jurnal atau conference. Jadi, di antara sesama periset harus saling mendukung. Jika yang satu kurang semangat, maka yang lainnya membantu,” tukas Rizal, yang juga aktif sebagai editor maupun reviewer di berbagai jurnal nasional dan internasional.

Dia mengakui, status sebagai Guru Besar memberikan tanggung jawab yang lebih besar, khususnya di bidang riset. Namun, bukan berarti ia bersikap alakadarnya dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai pengajar, peneliti, dan pengabdi di tingkat pendidikan tinggi. Ia berharap, pencapaiannya sebagai Guru Besar bakal membawa berkah bagi Tel-U.

“Alhamdulillah, semoga pencapaian ini membawa berkah buat Tel-U, selain untuk pribadi dan keluarga. Jumlah profesor di Tel-U masih sedikit dan dosen yang aktif meriset juga tidak terlalu banyak. Semoga ini menjadi pemacu bagi diri pribadi dan menginspirasi rekan-rekan dosen lain supaya lebih semangat dalam riset,” ucap Rizal menandaskan.