Kolaborasi Menuju Global Entrepreneurial University

Kolaborasi Menuju Global Entrepreneurial University

VISI Telkom University (Tel-U) menjadi Global Entrepreneurial University di tahun 2023 sudah mulai terbangun melalui berbagai kolaborasi. Kolaborasi menjadi kata kunci bagi Tel-U untuk memudahkan dan mempercepat pencapaian visi. Hal ini mendorong Tel-U membuat direktorat khusus kerja sama strategis pada tahun 2020 untuk melihat potensi-potensi kolaborasi yang terorganisir dan terdata melalui sebuah unit khusus penanganan kerja sama.

HAL ini diungkapkan Direktur Strategic Partnership dan International Office (SPIO), Lia Yuldinawati, S.T., M.M., Ph.D. Menurut Lia, penanganan kolaborasi Tel-U dengan pihak lain melalui kerja sama yang strategis harus dikelola melalui unit tersendiri. “Unit kerja sama ini mengelola inisiasi hingga implementasi untuk mendukung percepatan menuju Entrepreneurial University. Terlebih tahun ini sasarannya global, sehingga harus mendorong kerja sama yang dapat mendukung Global Entrepreneurial University,” ungkapnya.

Melalui Direktorat SPIO, Tel-U mengumpulkan semua peluang kerja sama yang sudah ada, menelaah serta mencari peluang kerja sama baru. Direktorat ini pun menjadi pintu awal bagi Tel-U ketika akan berkolaborasi bersama pihak lain, dengan cara melakukan inisiasi, negosiasi hingga melegalisasikan semua dokumen dan persyaratan kegiatan kerja sama. Setelah itu mengimplementasikan dan mengawasi sebuah kerja sama hingga menjadi kegiatan yang benar-benar terlaksana. “Kerja sama diharapkan tidak hanya terealisasi dalam dokumen MoU, tapi kegiatannya harus benar-benar terjadi. Misalnya menjadi sebuah infrastruktur berupa laboratorium atau menjadi sebuah aktivitas kerja sama dari dan ke luar negeri.

Kerja sama yang dibangun juga harus mengharumkan nama baik kampus dan menjaga brand image-nya. Maka, Direktorat SPIO berfungsi sebagai penghubung awal ketika ada mitra yang akan menjalin kerja sama dengan fakultas atau direktorat di Tel-U. Ada juga inisiasi kerja sama yang berasal dari fakultas, namun aspek legalnya tetap dikelola Direktorat SPIO,” kata Lia melanjutkan. Pengelolaan semua kerja sama Tel-U dalam satu direktorat memberi keuntungan besar. Terkadang awal kerja sama hanya menyangkut aspek riset, tapi setelah melakukan diskusi intens bisa bertambah meliputi aspek lainnya. Selain itu, pendataan kerja sama dapat didokumentasikan dengan baik, sehingga mudah ditelusuri serta bisa menjadi tolok ukur dan evaluasi antarfakultas dan direktorat mana yang paling banyak mengimplementasikan kerja sama.

“Tel-U memiliki banyak kerja sama untuk menuju Entrepreneurial University. Karena sekarang ada tuntutan menuju Global Entrepreneurial University, maka target peluang kerja sama pun harus menyesuaikan dengan kebutuhan mencapai visi tersebut. Umpamanya harus bekerja sama dengan institusi top one hundred dunia, Bandung Techno Park (BTP) mesti bekerja sama dengan inkubatorinkubator dari benua lain, atau mahasiswa yang internship tidak hanya fokus di dalam negeri, tapi sudah harus beralih melakukan internship di industri luar negeri. Hal-hal ini sudah mulai kami lakukan dan akan terus diperluas,” papar Lia.

Penggabungan TUNC Antara Peluang dan Kesempatan

TEL-U pun memperbesar cakupan kampus dengan melaksanakan program besar Telkom University National Campus (TUNC). Program ini menggabungkan empat Lembaga Pendidikan Tinggi (LEMDIKTI) di bawah Yayasan Pendidikan Telkom (YPT), yakni Tel-U, Institut Teknologi Telkom (IT Telkom) Jakarta, IT Telkom Surabaya, dan IT Telkom Purwokerto dalam satu nama Tel-U. Lia mengakui, penggabungan keempat institusi pendidikan tinggi YPT Grup itu membuka peluang dan kesempatan Tel-U untuk menjalin kerja sama global yang lebih luas. Pasalnya, banyak mitra luar negeri yang tertarik bekerja sama dengan kampus yang lokasinya strategis, misalnya dekat dengan bandara.

Di samping itu, secara spesifik hal tersebut akan kian mendongkrak prestise Tel-U dengan nilai-nilai tambahan dari kampus cabangnya. Namun, di sisi lain penggabungan itu bakal membuat perubahan dalam sistem tata kelola menjadi lebih luas dan besar. Proses pengawasan pun tidak hanya dapat dilakukan di kampus pusat di Bandung. Alhasil, fungsi Direktorat SPIO lebih berat. Penggabungan ini juga meningkatkan jumlah student body Tel-U, yang secara otomatis harus meningkatkan jumlah mahasiswa asing di kampus pusat maupun kampus cabang. Pengelolaan mahasiswa asing di kampung cabang berbeda dengan program yang sudah dijalankan di kampus pusat. Lantaran, Lia menyebutkan, “Setiap kampus cabang memiliki keunikan dan ciri khas tersendiri, termasuk kondisi dan sistem maupun kebiasaan masyarakat atau pemerintah daerah di sana.

Maka, tugas kami di Direktorat SPIO harus lebih mobile dan lebih agile dengan terus menggali dan mencari tahu kelebihan masingmasing kampus cabang agar menghasilkan kerja sama strategis dengan cara yang out of the box.” Implementasi kerja sama yang menghasilkan kolaborasi Tel-U dengan mitra biasanya diawali tawaran Tri Dharma Perguruan Tinggi melalui aspek pengajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Melalui inisiasi dan diskusi intens, kerja sama dapat melebar ke berbagai hal lain. Bahkan hubungan kerja sama Tel-U dengan sejumlah industri luar negeri sudah menghasilkan beberapa laboratorium. Sebut saja Telecom Infra Project (TIP) Community Lab, ZTE Digital Ecosystem Enterprise (DEE) Lab, B 5.5G Huawei Lab, dan lain-lain. Menurut Lia, kerja sama semacam itu terjalin melalui proses diskusi panjang, bahkan melewati penjajakan bertahun-tahun, sehingga muncul kesepatakan yang memberikan manfaat jangka panjang bagi kedua belah pihak.

Umumnya industri banyak bekerja sama dengan kampus dalam hal menyediakan fasilitas seperti laboratorium untuk digunakan bersama, lantaran akan berpengaruh pada pencapaian dan sasaran industri yang bersangkutan. “TIP Lab misalnya. Diinisiasi akhir tahun 2019, kemudian terjalin diskusi intensif di bulan Januari 2020, lalu Juni ada kesepakatan, dan Desember 2020 baru launching. Hampir 1 tahun mempersiapkan kerja sama itu. Bahkan ada penjajakan kerja sama yang membutuhkan waktu lebih lama. Hal ini biasanya disebabkan adanya perbedaan hukum di antara dua negara atau karena kerja sama melibatkan banyak pihak dan menjadi kerja sama strategis jangka panjang, sehingga dibutuhkan diskusi, persiapan, dan proses yang juga panjang. Jadi, fungsi Direktorat SPIO adalah mengelola potensi kerja sama yang awalnya belum terlihat menjadi sebuah implementasi. Kesulitan selanjutnya adalah maintenance dan pengelolaan fasilitas hasil kerja sama.

Karena kerja sama ini multi sektor dan multi talent, maka fungsi Direktorat SPIO sebagai matchmaking menjadi penting. Kerja sama dengan industri biasanya based project dan tidak semua periset Tel-U memiliki basic keilmuan yang matching. Ini salah satu pekerjaan rumah kami untuk meningkatkan kompetensi periset Tel-U supaya sesuai dengan kebutuhan industri dan masyarakat,” ujar Lia menambahkan. Fasilitas laboratorium di Tel-U yang berasal dari industri merupakan laboratorium kerja antara industri dan periset. Oleh karena itu, pada saat kerja sama riset berjalan dosen periset Tel-U dan periset dari industri perlu saling memahami terlebih dahulu di awal sebelum bersamasama memulai mengerjakan sebuah program kolaborasi. Apalagi ke depan Tel-U akan memiliki banyak fasilitas kerja sama dengan industri.

Lia mengungkapkan, kerja sama yang sudah jelas dan terjalin di level fakultas, direktorat atau unit bakal berjalan lebih cair serta dapat bergerak sendiri. Dalam rangka mendukung Global Entrepreneurial University, faktor sumber daya manusia (SDM) merupakan poros utama guna menjadikan kampus yang memiliki daya saing global. Oleh karena itu, dalam mempersiapkan SDM global telah dipetakan adanya pertukaran mahasiswa, dosen, dan staff exchange ke luar negeri mulai Januari 2024 agar mereka bisa melihat situasi belajar dan bekerja di mancanegara. “Staff exchange dari luar ke sini sudah ada. Ada Laboran dari Amerika Serikat di TIP Lab. Staf Direktorat SPIO ke luar negeri terakhir berlangsung tahun 2021. Ada Yayuk Novianty yang exchange ke universitas di Spanyol selama 2 minggu melalui program Erasmus.

Kami mendorong staf-staf lain untuk melakukan hal sama,” jelasnya. Melalui skema kerja sama pentahelix di antara lima pemangku kepentingan ABCGM (Academic, Business, Community, Government, Media), Tel-U tidak hanya melakukan kerja sama di ranah akademik, namun juga non akademik dengan pemerintah, industri, komunitas, dan media. Untuk itu, Lia berharap, semua Tel-Utizen (warga Tel-U) juga dapat turut berperan aktif mendorong dan merealisasikan kerja sama agar semakin meningkat serta menghasilkan kolaborasi yang mendukung tujuan Tel-U : Contribute to The World – Contribute to The Universe. “Jadi, sudah bukan Contribute to The Nation lagi. Kerja sama dapat meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat, juga membuat Tel-U memiliki rekam jejak yang baik serta menunjukkan peningkatan peringkat dan prestasi, karena memiliki mitra sebanding,” tutup Lia pada akhir perbincangan