Kerja Sama Strategis Harus Jelas Pertanggungjawabannya

Kerja Sama Strategis Harus Jelas Pertanggungjawabannya

Bandung, Desember 2023.

Untuk menjalin kolaborasi yang menguntungkan kedua belah pihak sebuah kerja sama harus memiliki aspek legal serta dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini pun dilakukan Telkom University (Tel-U) yang berkolaborasi dengan banyak pihak. Melalui Direktorat Strategic Partnership dan International Office (SPIO), Tel-U mengelola semua kerja sama akademik maupun non akademik agar dapat diimplementasikan

PENGELOLAAN kerja sama secara teknis berada di bawah wewenang kepala Bagian Kerja Sama Strategis, Periyadi, S.T., M.T. Ia menjabarkan, kerja sama menjadi syarat mutlak bagi semua sivitas akademika Tel-U, termasuk ketika dosen mendapat pendanaan riset dari kementerian. “Kami menjembatani fakultas atau unitunit lain, termasuk PPM, dalam hal kerja sama,” ungkap dosen Prodi D3 Teknik Komputer ini. Secara umum, untuk melakukan kerja sama di Tel-U ada tiga dokumen yang menjadi satu kesatuan, yaitu Memorandum of Understanding (MoU), Memorandum of Agreement (MoA) atau Perjanjian Kerja Sama (PKS), dan Implementation Arrangement (IA) atau Berita Acara. Ketiga dokumen itu harus ada dalam setiap kegiatan kerja sama dalam negeri maupun luar negeri sebagai bentuk pertanggungjawaban dan pengikat hukum.

“Tiga dokumen itu memiliki fungsi berbeda. MoU sebagai payung hukum di level universitas dan hanya dapat ditandatangani Rektor. Tujuannya agar kerja sama tidak hanya dimanfaatkan untuk satu fakultas atau direktorat, tapi bisa juga untuk unit-unit lainnya. Jika dalam perjalanan ada hal di luar kendali, maka bentuk pertanggungjawabannya jelas. Selanjutnya, MoA dilakukan di satu direktorat atau fakultas yang menjalin kerja sama. Secara statuta minimal ditandatangani Wakil Rektor, Dekan atau Direktur. Tujuannya agar dekan yang membawahi banyak prodi mengetahui kerja sama yang dilakukan unit-unit di bawahnya. Terakhir, IA ada di level implementasi kerja sama seperti Berita Acara. Pada level ini jelas harus ada kegiatan kerja samanya. IA lebih spesifik dan ditandatangani pihak-pihak terkait yang melaksanakan kerja sama,” papar Periyadi. Dokumen legalitas kerja sama yang runut dan lengkap menjadi nilai tambah bagi Tel-U dan mendapatkan penilaian tersendiri dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Bahkan, nilai IA yang terbesar, lantaran membuktikan jika kerja sama benar-benar ada.

Namun bagi Tel-U, setiap MoU kerja sama yang telah ditandatangani selalu ditargetkan untuk segera ditindaklanjuti dan diimplementasikan. Hal ini menjadi salah satu target Rektor untuk Direktorat SPIO. “Untuk itu, dua kali dalam satu semester kami selalu mengadakan konsolidasi dan koordinasi untuk mengevaluasi dan monitoring dengan seluruh unit, direktorat, dan fakultas di Tel-U. Kami mengkomunikasikan dan mendiskusikan peluang-peluang kerja sama yang ada. MoU apa saja yang belum terealisasi agar dapat segera ditindaklanjuti,” ucap Peri melanjutkan. Saat Direktorat SPIO dibentuk, Tel-U sudah memiliki ratusan MoU. Namun jumlah Moa, apalagi IA-nya lebih sedikit. Artinya, masih banyak peluang kerja sama yang belum terimplementasikan. Melalui pembenahan tata kelola, sosialisasi hingga kemudahan template bagi staf-staf kerja sama di level fakultas dan unit, maka berdasarkan data tahun 2023 akhir, dalam waktu tiga tahun jumlah MoU Tel-U sudah meningkat hingga 877, MoA sekitar 1.013, dan IA mencapai 6.405.

Pada setiap awal tahun selalu ada evaluasi pencapaian kerja sama di tahun sebelumnya serta melihat pembelajaran (lesson learn) yang harus dilakukan. Selanjutnya, Tim Kerja Sama Strategis menyusun strategi, roadmap, serta memperbaiki tata kelola untuk menghasilkan kerja sama yang lebih baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Bahkan, rencana program kegiatan selama satu tahun sudah dibuat sejak awal tahun agar semua tahapan program dapat terencana, terukur, dan sesuai koridor. “Strategi selalu bertambah setiap tahunnya dan disesuaikan dengan target kinerja manajemen. Misalnya untuk internasionalisasi, strateginya kami melihat potensi dengan memanfaatkan alumni yang ada di luar negeri dan program internship. Termasuk pada komersialisasi riset di Bandung Techno Park (BTP), kami terlibat dalam aspek kerja sama antara Tel-U dengan mitra industri,” jelas Peri.

Pengelolaan kerja sama yang bermuara pada kolaborasi antara Tel-U dengan para mitra sudah membuahkan hasil. Tak hanya dari peningkatan kuantitas dan kualitas kerja sama, kampus ini bahkan telah diganjar penghargaan selama tiga tahun berturut-turut dari Kemendikbudristekdikti. Awal tahun 2021, Direktorat SPIO meraih Gold Winner untuk Tata Kelola Kerja Sama Terbaik di PTS. Tahun 2022, kembali meraih 2 Gold Winner untuk Tata Kelola Kerja Sama Terbaik dan Tata Kelola Kerja Sama Industri Terbaik, serta 1 Silver Winner untuk Tata Kelola Kerja Sama Internasional. Tahun 2023, Tel-U meraih 3 Gold Winner untuk Tata Kelola Kerja Sama Terbaik, Tata Kelola Kerja Sama Industri Terbaik, dan Tata Kelola Kerja Sama Pemerintahan Terbaik. Bahkan di level LLDikti Wilayah IV, Tel-U memborong semua kategori penghargaan terkait tata kelola kerja sama. Kendati begitu, Periyadi tak memungkiri, masih ada implementasi kerja sama yang belum teralisasi. Penyebabnya, tidak semua implementasi kerja sama dapat dilaksanakan secara bersamaan, karena faktor SDM, kurangnya sosialisasi, hingga target MoU yang cakupannya terlalu luas dan banyak. “Biasanya saya rewel ketika ada MoU, namun item ruang lingkupnya terlalu banyak.

Jika bisa dikurangi agar dapat tercapai sesuai target waktu. Atau jika tidak, maka waktunya yang diperpanjang. Jadi, masih ada tahun berikutnya ketika di tahun pertama tidak terealisasi. Kemudian kurang sosialisasi. Biasanya kami mengumpulkan perwakilan tiap fakultas untuk pemaparan peluang kerja sama. Mungkin saja ada informasi dari kami yang tidak tersampaikan ke dosen, sehingga peluang itu tidak terambil. Hal ini menjadi evaluasi kami ke depan. Ketika ada pemaparan peluang kerja sama, minimal harus wakil dekan atau Ketua RC yang diundang, sehingga lebih aware dan informasi peluang kerja sama dapat tersampaikan ke para dosen. Bahkan, ada pula kerja sama yang tidak dilaporkan ke kami, meski jumlahnya tidak banyak,” tukasnya. Periyadi berharap, kualitas dan kuantitas kerja sama di Tel-U dapat terus dimaksimalkan. Hal yang sudah bagus tetap dipertahankan dan jika belum harus terus diperbaiki. Terlebih dengan bergabungnya Telkom University National Campus (TUNC) menjadikan peluang dan tantangan kerja sama akan lebih besar, sehingga tinggal dimaksimalkan. “TUNC dapat menjadi peluang atau kelemahan. Peluang semakin besar, karena organisasi bertambah besar. Terlebih Rektor menargetkan Tel-U menjadi Global Entrepreneurial University. Jadi, kami harus dapat memaksimalkan kerja sama akademik dan non akademik dengan konsep pentahelix. Sempurna mungkin tidak, tapi perbaikan selalu kami lakukan setiap tahun,” ujar Periyadi menandaskan.