JOKOWI-AHOK: Analisis Semiotika Sosial Theo Van Leeuwen Tentang Jokowi-Ahok
JOKOWI-AHOK: Analisis Semiotika Sosial Theo Van Leeuwen Tentang Jokowi-Ahok
Author : ADI BAYU MAHADIAN Published on : Konferensi Nasional & Kompetisi Riset Komunikasi "Membaca Gaya Kepemimpinan Kita" (PUSKOMBIS - SURABAYA)
Abstract
Kemenangan Joko Widodo dan Basuki Cahaya Purnama (Jokowi-Ahok) sebagai Gubernur & Wakil Gubernur Jakarta sempat menjadi kontroversi. Jokowi yang bukan orang betawi, dan tidak pernah menjadi pejabat di Jakarta, bersama Ahok yang juga bukan ???tokoh??? Jakarta dan bukan ???etnis pribumi???, memenangkan pemilihan Gubernur & Wakil Gubernur Jakarta. Jokowi-Ahok mengalahkan pasangan Incumbent yang bersuku Betawi dan mantan ???tokoh??? Jakarta Fauji Bowo. Kala itu Jokowi telah menjadi tokoh di televisi nasional dengan konsep blusukannya di Solo, dan menjadi tokoh yang sering diberitakan televisi nasional semenjak pencalonannya sebagai Calon Gubernur Jakarta. Demikianpun Ahok yang semula ???bukan siapa-siapa??? di televisi nasional, semakin sering ditampilkan televisi nasional. Jokowi-Ahok pun semakin sering terlibat dalam isu-isu nasional yang disiarkan televisi nasional. Bahkan menjelang Pemilihan Presiden tahun 2014, sebuah lembaga survey menunjukan hasil survey yang menyatakan Jokowi-Ahok sebagai pasangan potensial Capres & Cawapres pada Pilpres 2014. Tidak banyak yang sepakat untuk menganggap Jokowi & Ahok sebagai tokoh nasional, namun semua pasti sepakat bila Jokowi & Ahok telah menjadi tokoh di televisi nasional, atau menjadi kandidat calon tokoh nasional. Keberadaan Jokowi-Ahok sebagaai ???calon??? pemimpin Indonesia nampak keluar dari kelaziman. Dimana seorang pemimpin Indonesia seringkali dipersonifikasikan gagah, kharismatik, dan berwibawa, namun tidak dengan Jokowi yang lebih sering tampil sederhana, berbicara ???alakadarnya???, berbadan krempeng, dan berwajah ndeso. Sementara itu Ahok seorang beretnis Tionghoa yang dikenal galak, sangat jauh dari kesan tertindas perilaku orang minoritas yang cenderung melekat pada Etnis Tionghoa di Indonesia. Fenomena Jokowi-Ahok tersebut merupakan sebuah teks dalam peristiwa komunikasi, yang berpotensi untuk dimaknai. Maka dilakukan sebuah penelitian yang berupaya untuk memahami makna-makna potensial ???Jokowi-Ahok???. Penelitian ini menggunakan analisis semiotika sosial Theo Van Leuween, dengan dimensi analisisnya: discourse, genre, style, dan modality. Dimensi analisis discourse mengeksplorasi ragam, sejarah, dan penggunaan wacana tentang ???Jokowi-Ahok???. Dimensi analisis genre mengekslporasi genre keberadaan ???Jokowi-Ahok??? sebagai sosok pemimpin. Dimensi analisis style mengeksplorasi gaya ???Jokowi dan Ahok??? sebagai pemimpin. Sementara itu dimensi analisis modality mengeksplorasi derajat kebenaran dari isu yang terepresentasikan tentang ???Jokowi-Ahok???. Perilaku Jokowi-Ahok mulai dari blusukan, mengabaikan protokoler, berpakaian sederhana, hingga tidak suka berbicara basa-basi, dimaknai sebagai ???tanda??? dari kejujuran, ketulusan, kesederhanaan, dan kerja keras. Berbeda dengan personifikasi pemimpin di masa lalu yang cenderung berbadan tegap, berperilaku tenang, berpakaian rapih, dan pandai berbicara. Genre kepemimpinan Jokowi-Ahok pun tidak lagi dikonstruksi sebagai pemimpin yang dianggap ???pantas??? karena kegagahannya, kharismanya, ataupun kewibawaannya, namun dikonstruksi sebagai pemimpin yang jujur, sederhana, dan bisa bekerja. Kebenaran atas wacana Jokowi-Ahok sebagai pemimpin yang jujur, tulus, sederhana, dan kerja keraspun terepresentasikan dari perilaku yang terpresentasikan melalui media massa, yang kemudian berpotensi untuk dikonstruksi sebagai sebuah kebenaran.