“Jadi Dosen Untuk Terus Belajar”, Mia Rosmiati, S.Si., M.T., Periset Carbon Stock FIT,

“Jadi Dosen Untuk Terus Belajar”, Mia Rosmiati, S.Si., M.T., Periset Carbon Stock FIT,

Menyandang predikat Green Campus, Telkom University (Tel-U) turut fokus pada kondisi lingkungan di sekitar kampus maupun di luar kampus. Bahkan, banyak riset Tel-U terkait lingkungan yang sudah dipublikasikan dalam jurnal hingga menjadi produk inovasi yang dapat digunakan masyarakat. Terbaru, kampus ini digaet PT Telkom untuk melakukan riset pengukuran carbon stock (penyerapan karbon) di sejumlah wilayah yang ada di Indonesia seperti, Lebak, Malang, Semarang, Cirebon, Garut dan lain-lain.

SALAH seorang dosen dan periset yang terlibat pada kegiatan ini adalah dosen Fakultas IlmuTerapan (FIT) Tel-U, Mia Rosmiati, S.Si., M.T. Tak hanya berpartisipasi dalam penghitungan carbon stock bersama sejumlah dosen Tel-U lain, Mia juga turut terlibat dalam pembuatan sistem aplikasi berbasis android untuk mempermudah perhitungan carbon stock. Sebagai dosen, Mia memang memiliki spesialisasi riset dalam bidang Teknologi Informasi dan Teknik Komputer. Keterlibatannya dalam pembuatan aplikasi ini untuk membantu memudahkan para carbon ranger (sebutan untuk personel penghitung carbon stock) dalam proses input data hasil pengukuran agar lebih efektif dan efisien.

“Kami bersama Direktorat DCS di bawah Bu Runik dan sejumlah dosen lainnya menghitung carbon stock atas permintaan PT Telkom. Saya kebetulan bersama Prof. Jangkung dan Pak Erwin kebagian di Kabupaten Lebak. Jadi, pengukuran ini dilakukan secara paralel di 10 lokasi. Untuk di Lebak, karena PT Telkom ingin membuka lahan kritis, maka pohon-pohonnya belum terlalu besar. Tapi mungkin 2-3 tahun ke depan jumlah serapan karbon di wilayah tersebut akan meningkat,” ungkapnya.

Pengukuran carbon stock erat kaitannya dengan kondisi lingkungan untuk melihat jumlah serapan karbon yang ada di suatu wilayah. Menurut Mia, jumlah serapan karbon akan menunjukkan kualitas udara. Proses pengukuran carbon stock awalnya dilakukan secara manual, namun berkat aplikasi yang dibuat tim Tel-U, maka pengukuran carbon stock dapat dilakukan lebih mudah.

Selain aktif mengajar, Mia tergabung dalam Center of Excellence (CoE) Intelligent Sensing-Internet of Things (IS-IoT). Ia sudah menghasilkan sejumlah riset terapan. Aalah satunya Smart Metering yang akan diujikan di Hotel Lingian milik Tel-U. “Smart Metering berbasis IoT ini untuk mengukur energi listrik yang dapat ditampilkan di aplikasi android. Smart Metering bertujuan memonitoring konsumsi listrik yang digunakan serta mengetahui beban tambahan tanpa memutus aliran listrik. Dengan Smart Metering, jika terindikasi ada beban tambahan yang membahayakan atau dapat menyebabkan anjlok, maka petugas dapat langsung memutus aliran listrik secara remote melalui aplikasi,” jelasnya.

Mia menyelesaikan pendidikan Sarjana (S1) Fisika Universitas Padjadjaran (Unpad) tahun 2006. Kemudian, menyelesaikan S2 dari Teknik Telekomunikasi IT Telkom (Tel-U) tahun 2011. Ia aktif mengajar di Tel-U sejak tahun 2008, ketika FIT Tel-U masih bernama Politeknik Telkom. Kiprah Mia dalam riset didasari profesinya sebagai dosen yang mengharuskannya terus belajar.

Ia sempat aktif di Kelompok Keahlian, namun karena sudah dilebur, maka saat ini Mia aktif di CoE. Melalui CoE pula, Mia 33 berharap, wawasan keilmuannya dapat berkembang. Pasalnya, selain dituntut Tri Dharma, juga ada aspek kerja sama industri dan inovasi yang harus dicapai dosen.

“Selain aktivitas Tri Dharma, saya ingin belajar terus. Belajar tidak boleh berhenti, terlebih jika ke depannya dapat menghasilkan riset produk yang dapat bermanfaat untuk masyarakat. CoE ini memberi nilai lebih bagi dosen agar risetnya dapat melibatkan berbagai disiplin keilmuan,” tutur Mia yang berharap dapat melanjutkan studi Doktoralnya tahun depan di Indonesia. Tak pernah berkarier di bidang lainnya, Mia memilih menjadi dosen karena keinginannya terus belajar dan menyampaikan apa yang sudah dipelajarinya kepada orang lain. “Hal ini dapat menjadi ladang amal saya nanti di akhirat. Selain itu, profesi dosen sangat mendukung peran saya sebagai ibu dua anak di keluarga. Sebab, profesi dosen memiliki waktu yang lebih fleksibel dibandingkan profesi lain,” tukasnya.

Terkait pengukuran carbon stock, Mia menjabarkan persiapan bersama tim, yakni memetakan terlebih dulu wilayah yang akan diukur. Pengukuran dilakukan pada wilayah per 400 meter. Kemudian tim menentukan zona, membuat plot lokasi, dan membuat sub plot-sub plot yang berbeda-beda. Tujuannya mengukur berat serasah dan tumbuhan bawah, diameter pancang dan tiang, serta diameter pohon dan volume nekromas. Pengukuran dapat memberikan infomasi cadangan karbon di lokasi tersebut.

“Kami melakukan pencatatan pengukuran secara manual di kertas, lalu dimasukkan ke Ms.Excell untuk mendapatkan informasi serapan CO2 dan cadangan karbonnya. Kemudian kami mengembangkan pencatatan pengukuran melalui aplikasi berbasis mobile, sehingga data bisa langsung dikirim ke server dan diolah sistem. Hasil pengolahan data langsung ditampilkan di website,” paparnya.

Perhitungan carbon stock turut ditentukan jenis pohon yang ada di suatu wilayah. Pohon yang dipilih jenis kayu kayuan yang memiliki kambium tebal serta tidak akan ditebang dalam waktu dekat. Beberapa jenis pohon berkambium tebal seperti trembesi atau kihujan diyakini dapat menyerap karbon lebih besar dibanding jenis pohon lain.

Tim tidak memilih jenis pohon tertentu, meski tetap mencantumkan nama pohonnya. Tinggi pohon juga tidak terlalu berpengaruh dalam pengukuran carbon stock, kecuali untuk nekromas, sebab volume pohon berbanding lurus dengan tinggi pohon. “Kami juga akan mengembangkan sistem aplikasi dengan menerapkan machine learning, sehingga dapat memprediksi jumlah simpanan karbon untuk 2-3 tahun ke depan dan pengukuran ke lapangan hanya untuk penyesuaian data,” lanjutnya.

Jumlah serapan karbon di suatu wilayah pun akan menentukan kualitas udara. Namun, jumlah serapan karbon juga harus mempertimbangkan jumlah carbon footprint (jejak karbon) di wilayah tersebut. Carbon footprint merupakan jumlah total karbondioksida (CO2) diemisikan oleh suatu lingkungan. Diharapkan jumlah carbon stock lebih tinggi ketimbang carbon footprint.

“Pengukuran carbon stock jika kontur tanahnya rata dan akses lokasinya mudah dijangkau hanya membutuhkan waktu 2-3 jam. Tapi, jika kontur tanah lereng atau akses ke lokasi sulit bisa seharian. Aplikasi ini akan membantu efisiensi pengukuran, karena tidak harus membawa kertas. Total pembuatan aplikasi 7 minggu,” ujarnya. Pengukuran carbon stock turut melibatkan mahasiswa. Ini salah satu aspek positif menjadi dosen. “Dosen sering berinteraksi dengan mahasiswa, termasuk melakukan penelitian. Saat perwalian, saya jadi mengetahui karakter anak didik serta pola pengasuhan yang baik. Ini contoh untuk diimplementasikan pada anak-anak di rumah,” ujarnya.

Selain ingin melanjutkan studi S3 tahun depan, Mia hendak mengembangkan start up Ecodify agar lebih berkembang. Ecodify adalah perusahaan rintisan yang dibangun alumni Program Studi RPLA, tempatnya mengajar. “Semoga Ecodify dapat berkembang menjadi perusahaan berbasis IT yang dikelola alumni RPLA,” harapnya.