Abdimas Sesi Psikologi GHD Dinsos Jabar: Tingkatkan Kepercayaan Diri Penyandang Disabilitas

Abdimas Sesi Psikologi GHD Dinsos Jabar: Tingkatkan Kepercayaan Diri Penyandang Disabilitas

Inklusivitas bagi Telkom University (Tel-U) tidak hanya diwujudkan dengan menerima penyandang disabilitas sebagai mahasiswa, dosen maupun staf di kampus. Kepedulian kepada para penyandang disabilitas diwujudkan pula dalam berbagai kegiatan, termasuk Pengabdian kepada Masyarakat (Abdimas). Bahkan beberapa hasil inovasi Tel-U hadir untuk membantu penyandang disabilitas

SALAH satu kegiatan Abdimas dengan objek sasaran penyandang disabilitas diperuntukkan bagi penghuni Panti Griya Harapan Difabel (GHD) milik Dinas Sosial Jawa Barat yang berlokasi di Cimahi. Sejak Februari 2024, tim dosen Tel-U melakukan kegiatan Abdimas di GHD Dinsos Jabar. Pelaksanaan Abdimas kali ini cukup menarik, lantaran Tel-U mengirim psikolog universitas untuk bergabung dalam kegiatan yang dipimpin Dr. Maulana Rezi Ramadhana, M.Psi. itu. “Kami sebagai bagian Abdimas FKB (Fakultas Komunikas dan Bisnis) untuk mendampingi sesi psikologi sebanyak 4-5 kali pertemuan. Ada permintaan untuk meningkatkan rasa kepercayaan diri para penghuni GHD.

Jadi, kami bentuk tim tersendiri bersama mahasiswa,” ujar dosen Prodi Ilmu Komunikasi itu. 76 Penghuni panti GHD terdiri atas beberapa jenis disabilitas, seperti tuna daksa, tuna rungu-wicara, bahkan tuna grahita. Rezi mengakui, tingkat kepercayaan diri penyandang tuna wicara menjadi tantangan tersendiri, karena mereka tidak mampu berbicara. Untuk program pengembangan diri, panti ini sudah memiliki tim psikolog khusus lengkap dengan programnya. Jadi, “Kami ikut dalam program mereka dan sifatnya mengamati, mengobservasi, dan turut memberi saran,” ujarnya.

Tim Abdimas Tel-U untuk aspek psikologi mengawali kegiatan dengan observasi pada seluruh penghuni panti dan membantu psikolog internal dalam sesi terapi afirmasi. Jika tim Abdimas lain memiliki program kegiatan yang pasti, seperti pelatihan melukis, cara membuat podcast, dan lainlain, maka tim Abdimas aspek psikologi melakukan observasi untuk meningkatkan kepercayaan diri dengan membuang rasa takut para penghuni panti. Pasalnya, tidak mudah bagi penyandang disabilitas untuk langsung berinteraksi dengan orang baru.

“Sesi terapi afirmasi hanya untuk beberapa penghuni panti yang kurang memiliki kepercayaan diri. Meski secara khusus kami tidak dapat mengukur perbedaan tingkat kepercayaan diri sebelum ada sesi khusus psikologi dengan sesudahnya, namun berdasarkan pengamatan ada perubahan pada diri mereka. Misalnya dengan mereka berteriak-teriak, mau menyapa orang atau mengekspresikan dirinya dari yang sebelumnya diam saja. Hal itu menunjukkan adanya perkembangan. Jika sesi pelatihan melukis dapat diikuti semua orang secara bersamaan, maka kegiatan-kegiatan seperti menyanyi, menari atau melakukan podcast, memerlukan rasa percaya diri. Memang ada juga penyandang disabilitas yang cenderung aktif dan ingin tampil. Orangorang ini kami jadikan anchor untuk membantu rekan-rekan mereka yang masih kurang percaya diri,” papar Rezi. Rentang usia penghuni GHD Dinsos Jabar bervariasi antara usia 17 hingga 35 tahun.

Mereka akan segera kembali ke masyarakat untuk memulai kehidupannya. Menurut Rezi, penyandang disabilitas rentan mengalami perlakuan dan stigma negatif dari masyarakat, lantaran kondisi tubuhnya yang tidak seperti manusia normal. Hal ini turut dipengaruhi tingkat pendidikan, aspek ekonomi hingga kurangnya dukungan dari lingkungan sekitar. Maka, selain mendapatkan keterampilan hard skill, para penyandang disabilitas pun perlu memiliki rasa percaya diri (kemampuan soft skill). “Poinnya harus ada kemampuan untuk beradaptasi dan kemauan untuk dapat setara sebagaimana manusia normal umumnya.

Tel-U sebagai kampus inklusif juga memiliki beberapa mahasiswa disabilitas. Namun, karena memiliki rasa percaya diri dan kemampuan beradaptasi serta kemauan untuk setara, kami melihat mereka dapat berkembang dan maju. Upaya meningkatkan kepercayaan diri di GHD ini merupakan salah satu langkah bagi mereka untuk tidak takut dengan stigma-stigma di masa lalu ketika nanti terjun kembali ke masyarakat,” lanjut reviewer di salah satu jurnal internasional Komunikasi itu. Rezi menambahkan, “Meski awalnya saya merasa tidak bisa, tapi melalui kegiatan ini kami dapat mengimplementasikan keilmuan Psikologi. Terlebih, Tel-U memiliki rencana membuka Prodi Psikologi. Jadi, harapannya kegiatan ini dapat terus berlanjut,” pungkasnya.